Sabtu, 17 Juni 2017

A Little Piece of Arabella

Boleh ku ceritakan tentang sesuatu? Sesuatu yang ku sebut pengalaman...
Suatu pagi aku terbangun dari tidur malamku bersama seorang pria yang satu ranjang denganku. Ia masih terlelap. Sudah tiga minggu kami tidak bertemu karena kesibukan masing-masing. Kami adalah sepasang kekasih dengan jarak usia 10 tahun. Seharusnya ia kupanggil paman atau semacamnya.
Tak ada yang bisa kulakukan kecuali memainkan handphone yang tidak bernotif. Membuka semua sosial media yang kupunya. Akhirnya semua ini terasa membosankan. Kucoba lagi untuk tidur, tapi tak bisa. Ku lihat jam di dinding, ia menunjukkan pukul 7 pagi. “pantas aku tak bisa tidur lagi” kataku dalam hati.
Rasanya ingin aku membuka ponsel kekasihku yang sedang tersambung dengan kabel charger. Dari tadi handphonenya menyala tanpa suara. Handphonenya dikunci dengan pola. Aku berhasil membukanya saat semalam ku lihat ia membuka dengan pola yang cukup rumit, tapi berhasil ku ingat.
Ada notif di whatsapp, dan ku buka. Beberapa pesan masuk dari grup kantor, tidak ku baca. Lalu scroll ke bawah dan ku temukan beberapa nama perempuan dengan foto profil yang vulgar. Ku baca satu persatu dan ku temukan jawaban bahwa kekasihku telah bermain di belakangku. Aku yakin tiga minggu kemarin ia memang ada projek dalam pekerjaannya, tapi diselingi dengan beberapa perempuan. Ada satu yang paling berkesan memikat. Seorang perempuan yang sepertinya adalah janda anak satu. Ku simpan nomornya lalu ku telpon di luar kamar.
Nomornya tersambung, tapi membuatku harus menunggu beberapa saat.
“hallo” seseorang bicara di sana.
“iya” jawabku.
“siapa?” tanyanya curiga.
“mbak Leni? Saya Agis. Maaf mengganggu, saya lihat handphone pacar saya, Rendi. Ada mbak di chat whatsappnya, saya boleh tau hubungan kalian apa?” aku to the point.
“oh, yah kamu tanya aja sama dia”
Hatiku bicara: Anjeeng! Jawab aja susah lo. Lemot!”
Telponnya terputus. Aku kembali masuk kamar dan ku temukan Rendi duduk di kasur dengan tatapan sinis. Aku mencoba biasa saja.
“kamu nelpon Leni?” tanyanya menahan marah.
Tak ku jawab. Aku membereskan barang-barangku.
“kamu nggak sopan, buka handphone saya nggak pake izin” nadanya jadi formal.
“saya kira tiga minggu kita nggak ketemu, kamu kerja...”
“emang kerja!” potongnya.
“iya kerja, tapi tetap ketemu dia kan? Sebenarnya dia siapa sih? Selama ini aku nggak pernah minta barang mewah kok, cukup hargai aku aja kamu nggak bisa!”
Kali ini dia yang tidak menjawab.
“kita putus aja, aku nggak mau perjuangin cinta buat orang yang yang nggak cinta sama aku” aku pergi .
Saat aku membuka pintu, tiba-tiba ku dengar ia berkata “dasar cewek alay!”
Sontak aku berbalik kembali ke arahnya.
“bilang apa lo barusan. Ngomong gue salah apa sama lo sampe lo selingkuh? Ini udah kesekian kali yah lo selingkuh! Emang udah karakter lo kaya gini kali. Doyannya sama janda!” emosiku meluap.
“udah-udah! Lo kalo mau pergi yah pergi aja!” balasnya.
“coba jelasin gue salah apa?” timbalku lagi.
“nggak salah. Udah pergi sana!” dia mengusirku.
Mendengar itu, ku ambil segelas air jeruk yang ada di meja dan ku siram penuh ke arahnya. Setelah itu aku pergi sambil menangis terisak.
Aku berjalan di pinggir jalan pada jam sibuk. Masih menangis memikirkan betapa bodohnya aku yang memberinya kesempatan untuk bersama denganku.  Hingga aku sampai di stasiun dan mendapatkan handphoneku berbunyi. Itu Fay, temanku sewaktu sekolah. Ia adalah laki-laki yang cukup aktif dulu, sampai ia terpilih menjadi ketua pramuka.
Fay menelpon untuk mengundangku ke acara reuni sekolah. Ia mengatakan belum banyak yang akan ikut, tapi ia menelpon untuk memastikan kehadiranku atau tidak agar makanan yang dipesan nanti pas.
Ku ingat jadwalku di hari yang ia sebutkan. Aku ingat hari Sabtu aku ada kuliah pengganti sampai malam. Sehingga aku katakan padanya bahwa aku tak akan pergi. Ia memahami kondisi itu, tapi ia tetap bersikeras agar aku berubah pikiran, mengingat aku yang tidak pernah datang ke acara reuni sekolah setiap tahun.
“Gis, emang sih nggak banyak yang janji datang, tapi cobalah sekali ini lo datang. Kita nggak tau apa yang akan terjadi lain waktu, bisa aja tahun depan malah gue yang nggak hadir”
“iya gue ngerti, tapi hari Sabtu gue ada kuliah pengganti. Kalau Minggu sih gue free” kataku bernegosiasi.
“Abel datang loh, lo nggak mau ketemu?” tiba-tiba ia menyebutkan nama yang selama ini ku coba untuk lupakan.
“iya, gue pikir-pikir dulu yah”
Aku pulang ke rumah dengan wajah suntuk. Ku bersihkan wajahku berkali-kali. Kemudian ku pandangi wajahku di depan cermin sambil mengingat hal buruk yang baru saja menimpaku. Ku perhatikan  ada bintik hitam di pipi ku, jerawat di dahi, dan mataku yang sembab akibat menangis dijalan. “pantas saja laki-laki itu selingkuh” kataku dalam hati, menyalahkan diriku sendiri. Tak kusadari akibat itu semua wajahku membengak seperti babi. Dengan cepat ku ambil masker dan memasangnya di wajahku untuk mengembalikan kesegarannya.
Setelah membersihkan diri, ku nyalakan komputer sambil memutar lagu yang ada di playlist. Hal ini cukup menenangkan, walaupun laki-laki bodoh yang baru saja mengkhianatiku terus saja menelpon dan aku tidak peduli.
Tiba-tiba sebuah panggilan melalui skype masuk. Kali ini Mela. Ia menelpon untuk menanyakan kehadiranku ke acara reuni sekolah. Aku menjawabnya sama seperti yang aku katakan pada Fay. Tapi Mela bukan orang yang sembarangan. Ia mampu menghasutku seperti yang biasa ia lakukan di sekolah dulu.
“ayolah, Gis, datang...”
“gue kuliah, Mel...”
“cabut aja, sekali ini”
“acaranya di Jakarta, gue dari Bogor jam berapa?” tanyaku.
“yah, makanya cabut!”
Setan kecil ini benar-benar bengis. Ia terus merayuku untuk datang ke acara reuni sekolah. Sampai akhirnya..... sebuah chat masuk ke Line ku yang terhubung dengan pc.
Hallo Agisa, apa kabar? Kamu datang kan ke acara reuni sekolah? Aku harap kamu datang. I miss you!
Karena chat itu aku langsung berkata “oke, Mel. Fiks, gue cabut!”
Sabtu Sore, Stasiun Manggarai.
Aku duduk sendirian, memperhatikan sekelilingku yang dipenuhi orang-orang berlalu-lalang. Tak lama Fay menelponku menanyakan posisi sampai akhirnya kami bertemu. Selang beberapa menit, Erwin, Mela, dan Nadya datang.
Setelah berkumpul. Kami kebingungan akan makan di mana, karena restoran yang kami pesan sudah masuk daftar waiting list. Aku dan Fay mencoba mencari restoran lain yang dekat situ, tapi semua penuh. Erwin menyarankan agar kami makan di kaki lima saja, tapi Nadya tidak mau. Mela menjulukinya “si rempong”
Hari mulai malam, kami belum juga mendapat restoran.
“udah deh, kita makan di restoran cepat saji aja” saranku.
“nah betul!” Erwin setuju.
“ih jangan. Gue nggak bisa makan daging” kata Fay.
“kenapa?” tanya Mela.
“baru pasang behel, hehe” jawab si bodoh Fay.
“eh, Abel masih di mana?” tanya Nadya memotong percakapan kami.
Aku bertanya dalam hati, “Abel?”.
“tadi sih katanya masih di kereta” kata Fay, “oh itu tuh!” ia menunjuk ke seseorang dikerumunan.
Hatiku berdesir. Sudah lama aku tak merasakan ini. Semua rasa bercampur menjadi satu. Rasa ingin bertemu, takut, dan mules di perutku  berkoyak di sekujur tubuhku. Ada apa ini? Mungkinkah ini sebuah kerinduan yang datang lagi? Tapi bagaimana mungkin, hal ini sudah bertahun-tahun lamanya tak terjadi padaku.
“woooooh!!! Lama banget lo!” Kata Fay.
Laki-laki itu tertawa kecil, ia mengangkat tangan kanannya untuk saling bertepuk dengan tangan kami. Dari mulai Nadya, ke Fay, ke Erwin, Ke Mela, dan terakhir ke arahku. Sejauh yang ku ingat aku tak pernah menepuk tangannya saat bertemu, tapi aku mencium tangannya.
“ cieee ketemu mantan...” Nadya menggodaku.
“apaan sih” responku malu.
Tibalah pada keputusan akhir kami untuk makan di restoran cepat saji. Tempatnya tidak terlalu ramai, kami datang dan langsung mendapat bangku untuk  duduk. Para cowok memesan makanan, dan yang cewek membereskan meja. Kami menggabungkan empat meja menjadi satu. Yang cewek duduk di sofa sejajar, dan yang cowo duduk di kursi biasa. Saat mendapat makanan, kami bercerita dan berfoto. Beberapa kali aku mengambil video sambil menanyakan kabar mereka.
Fay, cowok yang pantatnya pernah tertusuk pensil saat sekolah dulu kini tumbuh dengan badannya yang tegap tinggi, tapi wajahnya tak berubah. Ia membuka jaketnya dan menitipkannya padaku. Tak kusangka ternyata ia sedang pamer kaos universitas. Sungguh menjijikan.
Erwin, cowok ini dulunya pendek, kurus dan botak. Kini badanya lebih tinggi dariku dan lebih bersih. Di masanya yang sekarang ia terjun ke dunia politik, menjadi tim sukses salah satu pasangan calon gubernur. Dari situ ia mendapat banyak uang.
Aku mengambil videonya saat sedang makan. “di politik ngapain aja?” tanyaku sembarang. Ia kemudian mengepal tangannya dan menggerakkannya ke atas dan kebawah. Kami pun tertawa bersama.
Nadya, gadis polos yang pintar. Ia kuliah di pemerintahan. Tak banyak yang berubah dari cewek ini. Masih kurus dan dingin.
Mela. Dulu dia dipanggil Melon, singkatan dari Mela Oon. Tapi sekarang panggilan itu seolah hilang ditelan bumi ketika ia lolos di universitas terbuka dan mengambil jurusan matematika. Sungguh membanggakan. Fisiknya berubah sedikit, lebih gendut dan bersih. Caranya berpakaian pun lebih baik dari pada dulu.
Terakhir Abel. Aku mengenalnya cukup baik. Keluarganya, kesehariannya. Dulu kami sering berdebat, bertengkar, memprovokasi kelompok. Hingga timbul kebencian. Tapi pepatah yang mengatakan bahwa jangan terlalu membenci seseorang karena suatu saat kau akan mencintainya. Itu benar. Setelah bosan bermusuhan, Abel seolah melakukan genjatan senjata dan menawarkan perdamaian. tak kusangka orang ini ternyata konyol dan memikat. Senyumnya manis dan tawa dari suaranya yang ngebass bisa dengan mudah kuingat. Dulu kami sering menulis puisi bersama, hingga terpilih untuk menjadi perwakilan membaca puisi waktu sekolah. Sampai akhirnya ia menyatakan rasa sukanya padaku yang sudah dia pendam sejak kami sering berdebat. Abel, laki-laki tinggi bongsor itu menjadi cinta pertamaku dan berhasil merebut ciuman pertamaku. Sangat disayangkan kebersamaan kami terputus karena munculnya keegoisan kami.
Abel izin ke toilet, dan aku masih sibuk mendengarkan cerita Erwin tentang politik dan ormas yang ia ikuti. Tiba-tiba sebuah chat masuk dari Abel. “Bawa charger nggak?”. Aku tertawa dalam hati. Orang ini dari dulu selalu lupa membawa barang penting itu. Ia tak pernah mau membawa tas ataupun hal lain yang merepotkan. Lalu ku balas “bawa kok, power bank juga bawa”. Setelah itu Abel kembali dan memberikan handphonenya padaku. Aku mengerti maksudnya. Ku ambil handphonenya dan ku sambungkan dengan power bank di tasku.
Kemudian Abel mengaku tempatnya duduk terlalu sempit, dan meminta Nadya bergeser agar ia bisa duduk disampingku. Perasaan itu muncul lagi, orang bilang ini B-A-P-E-R, tapi aku benar-benar takut kalau aku akan jatuh cinta lagi padanya. Meski yang lain menganggap ini biasa saja.
Kami makan dengan lahap. Erwin, Fay, dan Abel rebutan kulit ayam, sedangkan aku hanya tertawa sambil memakan kentang goreng. Lalu ku lihat jam di tanganku yang menunjukan pukul 8 malam.
Aku memanggil Fay dan berkata “Fay, pulangnya bareng yah”. Fay mengangguk.
Erwin memintaku agar aku naik motor saja dengannya, tapi itu ditolak oleh Abel. “apaan sih lo pada?” kata Abel. “lo baliknya bareng gue aja!” Abel berbicara padaku.
Dengan cepat aku mengatakan tidak. Aku tak ingin terlihat masih menyukainya dihadapan teman-teman yang lain.
Sampai makanan habis, Mela meminta izin untuk pulang duluan karena diminta pulang oleh ibunya. Erwin kemudian pindah tempat duduk disebelah kiriku menggantikan tempat Mela. Ia disuruh oleh Fay untuk mentraktir kami berempat ice cream. Ia menjawab bahwa ia tidak punya uang sambil memperlihatkan isi dompetnya. Dengan cepat ku ambil dompetnya dan kulihat ada banyak uang seratus ribuan. Abel juga mengambil dompet itu dariku dan mengeluarkan semua isinya termasuk KTP, SIM, dan lain-lain. Dan yang mengejutkan adalah ketika Abel menemukan ada kondom di dompetnya.
“itu punya temen gue” Erwin beralasan.
Kami saling melempar barang aneh itu hingga akhirnya Abel menggulungnya dengan tissu dan membuangnya.
Tak satupun dari kami yang  berpikiran jelek tentang Erwin, kami juga tak menghakiminya karena memiliki benda semacam itu, tapi harus ku ucapkan terima kasih pada Erwin karena telah membuat kami gembira bersama. Aku menyayangi mereka sehingga rasanya aku tak ingin pulang. Tapi waktu berkata lain. Kami harus segera beranjak karena pelayan restoran cepat saji itu juga terus memperhatikan kami yang dari magrib terus berada di sana.
Fay, Erwin dan Nadya pergi keluar terlebih dulu. Sedangkan aku masih di dalam karena membereskan barang-barang di tasku yang berantakan. Abel menemaniku di sana meski tak ada yang ia lakukan untuk membantu.
“kamu pulangnya bareng aku aja yah” Abel membuka percakapan.
Aku menggelengkan kepala.
“kenapa?” tanyanya.
“yah, kamu kan pulangnya ke Palmerah, aku ke Bogor. Gimana sih?” responku sinis.
“kita ke Palmerah dulu, ambil motor, terus aku anterin kamu ke Bogor”
Aku menggelengkan kepala lagi.
Ia memegang tanganku, “please...”
Aku menunduk dan berpikir bahwa aku adalah wanita munafik yang merindukannya.
“tapi jangan malem-malem yah, biar kamu juga nggak malem banget pulangnya” jawabku dan membuatnya tersenyum.
Kami keluar restoran berdua. Erwin pamit pulang duluan karena ia membawa motor. Tinggal aku, Abel, Fay dan Nadya. Kami pergi kembali ke stasiun Manggarai dengan bantuan Taxi Online. Aku duduk di depan. Abel duduk tepat di belakangku. Sesekali tangannya jahil mencolek pundakku dari belakang.
Nadya pulang tanpa menggukan kereta, katanya ia dijemput pacarnya di sana. Fay menungguku di peron tujuan akhir Bogor karena kami pulang searah. Sedangkan aku menemani Abel membeli tiket kereta.
“Abel, kita pulang berdua?” tanyaku memastikan.
Ia mengangguk.
“Fay udah nungguin aku di peron. Kalau aku bareng kamu, berati kita beda kereta dong sama Fay?”
“yaudah, kamu ke Fay aja dulu, suruh dia duluan” kata Abel.
Aku langsung menemui Fay di peron dan mengatakan bahwa aku akan ikut dengan Abel ke Palmerah.
“Abel nganterin lo pulang ke Bogor?” tanyanya.
“iya”
“pake motor?”
“Iya”
“yaudah, hati-hati yah!” ia terlihat biasa saja meski aku tau betul ia curiga dengan tingkahku dan Abel yang tiba-tiba menjadi dekat lagi.
Aku kembali ke Tiketing Mechine, tempat Abel sedang mengantri. Kemudian kami ke peron bersama sambil bergandengan. Di sebrang peron ku lihat Fay dari jauh memperhatikan kami, ia belum pulang ternyata. Tapi tak lama kereta datang, aku dan Abel masuk dan duduk bersebelahan.
Abel meminjam handphoneku dan melihat-lihat. Aku bersandar ke bahunya. Kami terlihat seperti sepasang kekasih. Meski sudah lama sekali kami tidak jalan berdua saja. Harus ku akui, aku merindukan moment ini. Moment di mana aku pergi dengan seorang pria yang usianya tidak jauh berbeda denganku. Saat kami menyukai aliran musik yang sama dan keadaan keuangan yang sama. Sebentar saja aku membandingankan Abel dengan Rendi. Abel terkesan cuek walau sebenarnya ia peduli, sedangkan Rendi, ia hanya perhatian padaku bila disekitar orang banyak. Rendi sering membelikanku barang-barang mewah, tapi itu malah membuatku tidak percaya diri dan menganggap bahwa aku terlalu kampungan untuk bersanding dengannya. Rendi tak mau bermesraan di tempat umum seperti di gerbong kereta. Sedangkan Abel dengan sengaja mengelus kepalaku sambil tersenyum dan memainkan jari tanganku.
Sekitar dua jam kurang, kami sampai di Palmerah dan menggunakan angkutan umum untuk sampai di rumah Abel. Sayangnya jalanan Jakarta selalu identik dengan kemacetan. Beberapa kali kulihat Abel tak nyaman dengan duduknya menandakan bahwa ia kesal. Ku usap pundaknya dan membuatnya sedikit tenang.
“kita sering banget yah kayak gini” kataku mencairkan suasana.
“kaya gini?” tanyanya lagi.
“dulu...”
Ia tersenyum dan mencubit pipiku.
“inget nggak dulu kamu juga pernah nganterin aku pulang malem-malem? Cuma dulu kita masih jalan kaki. Sampai kamu jatuh ke lubang. Hahaha...” kataku.
Ia tersenyum lagi. Wajahnya begitu Asia dan manis. Aku beruntung pernah memilikinya.
Jam 11 malam kami sampai. Orang-orang di rumahnya telah tertidur. Abel mengizinkanku untuk mencuci muka di kamar mandi rumahnya, selagi ia memanaskan motor.
Saat aku keluar dari kamar mandi, ku lihat handhonenya Abel berbunyi. Sebuah chat masuk dan ku buka. Tak sempat aku buka, Abel mengambilnya dengan cepat. “jangan buka-buka handphone aku deh!” katanya. Aku hanya melihat, tak merespon apa-apa. Lalu aku beranjak untuk keluar melihat apakah motornya sudah siap atau belum. Tapi Abel menarik tanganku dan langsung memelukku dengan erat. Aku tak tau bagaimana ini terjadi, yang jelas aku takut. Aku takut akan jatuh cinta lagi pada orang ini.
“Abel, aku....”
“sssstt...” kata Abel. “kamu kangen kan aku peluk?”
“Abel lepasin dulu..” aku mengelak.
“sssstt... aku yang kangen kamu peluk. Please, sebentar aja”
Tak lama setelah itu, Abel mengantarku pulang ke Bogor dengan motor. Aku memeluknya dan bersandar penuh ke punggungnya. Ia menanyakan hubunganku dengan Rendi, dan aku jawab kami baik-baik saja.
Waktu yang cukup lama untuk melakukan perjalanan dari Jakarta ke Bogor menggunakan motor. Tulang ekorku sangat terasa pegal dan aku juga mengantuk.
Aku bertanya pada Abel tentang perasaannya kini terhadapku. Dan dia memintaku memberikan opsi untuk menjawabnya. Selagi aku berpikir untuk opsi itu, Abel berhenti di sebuah warung tegal untuk makan lagi. Aku tak mengerti orang ini makannya banyak sekali.
“aku udah punya opsinya” kataku pada Abel yang sedang menyantap makan malam kedua kalinya ini.
“nanti aja” responnya karena melihat sekitar.
Ketika sampai di rumahku, waktu menunjukan pukul 2 pagi. Aku tak tega menyuruh Abel langsung pulang lagi. Ku persilakan Abel untuk duduk di teras rumah dan ku buatkan ia segelas kopi. Saat aku kembali ke teras, kulihat Abel sedang tidur dan sesekali tangganya menggarus tubuhnya. Ku ambil lotion anti nyamuk dan ku oleskan ke kaki, tangan, dan wajahnya. Tak lupa kuambil bantal dan meletakannya di bawah kepala Abel agar tidurnya lebih nyaman, meskipun aku tau ia tak sungguh-sungguh tidur.
Handphone Abel lowbet lagi, dan ku charge di kamarku. Tak lama beberapa chat masuk, dan ku baca. Ada sekiranya 4 wanita yang mengechatnya hari ini. Semua bernada mesra dan begitu dekat. Dari dalam kamar, kulihat ke luar jendela untuk memastikan Abel masih di sana. Lama-kelamaan aku malah tak lagi respect dengan laki-laki ini. Hal ini mengingatkan aku lagi kepada Rendi, bedanya aku tak bisa menyiram Abel dengan air jeruk seperti yang aku lakukan pada Abel.
Aku kembali ke teras dan memijat kaki Abel dengan sepenuh hati meski perasaan sakit hati tiba-tiba muncul.
Dalam tidurnya Abel berkata “nggak berasa” ia terbangun dan duduk. “tangan kamu kecil, badan kamu kurus, mijitnya nggak berasa”
Aku menamparnya pelan, ia tersenyum lagi untuk kesekian kalinya.
“mau mie goreng ngga?” tanya ku.
Ia mengangguk.
Ku buatkan mie goreng dan telur dadar. Aku tak pernah memasak untuknya sebelum ini. Dulu aku pernah masak nasi goreng untuknya ketika ia sakit, tapi Fay mengantarkanya lagi padaku dan mengatakan bahwa  vertigo nggak boleh makan nasi goreng.
Abel makan dengan lahap. Ia mencoba menyuapiku, tapi aku tolak dengan alasan aku kenyang. Aku kembali ke dapur untuk menyuguhkannya kue, dan ku berikan bersama handphonenya yang kini terisi. Ku lihat Abel curiga setelah melihat handphonenya.
“kok handphone nyala?” tanyanya.
“tadi aku nyalain buat liat batrenya udah pebuh atau belum” kataku beralasan.
“kamu baca chat?”
“iya, chat aku. Dan aku hapus foto aku yang tadi kamu kirim tanpa seizin aku”
“kenapa?” tanyanya idiot.
“nggak sopan Abel. Kamu punya pacar, kalau pacar kamu lihat kamu nyimpen foto cewek lain gimana? Aku juga nggak enak. Apa lagi kamu ngambilnya tanpa izin aku”
Ia mengerti.
Setelah ia selesai dengan makanannya, ia memintaku untuk memeluknya lagi, kupeluk ia lembut dan ia mencium keningku. Saat ia mencoba meraih bibirku, ku suruh ia untuk pulang.
Terlihat kekecewaan pada matanya.
Ia bersiap untuk pulang. Tapi perasaanku berkata bahwa aku tidak boleh munafik karena masih menginginkan ia untuk lebih lama di sini. Hanya saja pikiranku tentang chat di handphone membuatku berpikir realistis.
Abel mulai naik ke motornya, dan aku memakaikannya helm. Ia meraih tanganku dan ku cium tangannya sebagai tanda perpisahaan yang biasa kami lakukan dulu.
“aku masih kangen...” kataku berbisik. “aku nggak tau gimana hilangin rasa kangen ini, Cuma aku takut buat jatuh cinta lagi sama kamu”.
Ia menatapku. “kita pasti ketemu lagi ko, dan aku minta kamu udah siapin opsi untuk pertanyaan kamu tadi”
Aku tersenyum dan sekali lagi ia mencium keningku.
Perjumpaan kami selesai pada pagi buta itu, aku pun tak tau akan bertemu lagi kapan. Dari kejadian ini aku percaya bahwa seorang yang pernah selingkuh sekali, maka ia akan melakukannya lagi. Dan setiap laki-laki itu tidak mungkin hanya chating ke 1 cewek aja. Zaman sekarang dapeting cowok setia itu untung-untungan.

Tapi aku percaya Tuhan sudah menyiapkan sesuatu yang baik untuk hambanya. Keep moving forward! Love you... Agisa Alza Septera

Goresan Pena : Anisa Meliana

Senin, 13 Februari 2017

10 Februari 2017

Rinduku...
Bagai keinginanku memeluk angin di sekitaranku
Kau berhembus menyapa rasa kehilangan
Rinduku pula...
Kau seperti butiran hujan yang berusaha ku genggam
Ku rasakan kau dingin
Aroma tubuhmu begitu alami
Kau manis...
Apa kabar rindu?
Sehatlah engkau ketika tak ada aku
Jangan buat dirimu seperti pecandu lagi
Rindu, kau manis...
Ingatlah ada aku yang menatapmu bagaikan cahaya harapan di hari esok...
Ketika suaramu tak lagi seksi
Tapi kau masih mesra..
Kaulah Rindu, Manis, dan Mesra...

Minggu, 07 Agustus 2016

cinta adalah dua garis sejajar yang berjalan lurus tanpa titik temu...

cinta adalah dua garis sejajar yang berjalan lurus tanpa titik temu...

cinta tak akan merubah kecuali salah satuya mengalah.

aku belajar banyak tentang artinya bahagia.
mencari kebahagiaan yang sesungguhnya. tidak lagi diatur, tidak lagi menggatur. kebahagiaan harusnya membebaskan...

pernah mengalami?
ketika lo, jomblo, ada yang deketin lo? gue yakin jarang.
tapi saat lo punya pasangan, yang deketin banyak kan?

seseorang pernah bilang:
"perempuan menginginkan pasangannya tidak berubah, menginginkan pasangannya tetap sama seperti pertama mereka jatuh cinta. akan tetapi, laki-laki cenderung menginginkan pasangannya selalu berubah, lebh cantik, lebih fashionable, dan lain-lain"

gue ga mau hubungan gue ada paksaan seperti itu.
jujur, gue memang menginkan pasangan yang rasa sayang dan perhatiannya akan tetap sama dari awal jatuh cinta sampai akhirnya harus pisah. 
tapi gue sadar, nggak ada yang sempurna. nggak akan ada hal yang kita mau berjalan lempeng-lempeng aja.

beberapa waktu yang lalu pasangan, gue nemuin pasangan gue selingkuh. dan ternyata dia nggak single dari awal jadian sama gue. ini siapa sih yang jadi selingkuhan?

sempet beberapa kali punya pikiran negatif tentang dia sebelum ini ketahuan, tapi nggak gue masalahin juga karena yang gue rasain itu rasa sayang dia ke gue nggak berubah. bahkan saat gue tau dia selingkuh, gue nggak nangis. hahaha... sakit hati sih memang, apalagi gue tau itu sendiri.

setelah diobrolin dan dia ngaku salah, walaupun tanpa minta maaf, akhirnya kita balikan lagi. gue ngejalanin hubungan kaya biasa. bahkan dia cenderung lebih perhatian dari sebelumnya.

banyak temen gue termasuk mantan gue dan orang yang naksir gue tapi gue tolak, pada heran.
"sa, kok lo masih pertahanin hubungan lo sih?"
"kok lo mau aja diselingkuhin?"
"eh, kali aja dia belum putusin selingkuhannya itu"
"hati-hati lo cuma dimanfaatin"
"lo pertahanin hubungan lo karena lo.....?"

satu yang gue tau, cinta itu nggak merubah kecuali salah satuya mengalah.
dan sekarang gue yang mengalah, mengalah untuk menerima sifat dia..
mungkin dibelakang gue, dia masih aja selinguh, centil-centil sama cewek lain, cari cewek lain. yang gue yakinin itu laki-laki serius hanya sama satu perempuan, gue harap dia memang serius sama gue.

tunggu sampai Tuhan menunjukan kebenarannya.
dan gue juga nggak mau buru-buru ngambil keputusan.
gue bahagia sama dia itu udah lama, dan gue nggak mau pisah sama dia cuma karena sifat dia yang "tukang jajan".
haduuuh... ribet sih.. cuma yang bertahan apa susahnya sih selama dia nggak nyakitin secara fisik.

Kamis, 16 Juni 2016

Opinion

lama tak jumpa..
hai teman lama..
buku harian..

kaku rasanya sudah lama tak bercengkrama dengan tulisan dan sastra. Rindu puisi-puisi lama dan ber-lebay-ria.

aktivitasku sekarang adalah menyelesaikan tugas-tugas kuliah.
tak ada lagi sastra, tak ada lagi bulan di langit Surya Kencana.
pekerjaan ini seolah menguras masa mudaku.

ngomong-ngomong soal masa muda, kini aku banyak mendapat kenalan orang "bekas pemakai". beberapa kali bertemu, bercakap, berbincang, tertawa bersama, saling menggoda. ternyata tak membuat semuanya asing.
mereka tampak sama. menyenangkan.
beberapa ada yang garang, tapi banyak juga yang terlihat manis.
seperti ia yang kini manis manja.

narkoba bukan pelarian.
it's what I said.
it's just my opinion.
aku berpikir bahwa orang-orang yang memakai obat tersebut bukanlah orang yang lemah ekonominya.
mereka orang-orang kuat yang berani mengambil resiko.
di luar dari persepsi orang yang beranggapan bahwa orang-orang seperti itu hanyalah orang bodoh.
"sudah tahu bahaya, masih aja dilakukan"
hahahahaaa...! do you understand what I said?
mereka orang-orang yang berani mengambil resiko.
contoh kecil, kenapa harus makan padahal nanti juga lapar lagi. hehe..

Minggu, 23 Agustus 2015

Angin 4 Cahaya

ceritakan lagi tentang masa-masa puber, tentang cinta pertama yang pergi kepada wanita pendek yang lebih tua. memang perasaan suka tak bisa memberi alasan apa-apa, begitu juga dengan ia yang masih menyimpan nomor ponselku.
kau bilang setia itu tentang perasaan sukamu kepada orang lain yang kau abaikan karena tetap berdiri pada satu hati. tapi satu hati itu masih teguh berdiri pada kenangan milikku dalam bukti sebuah darah. ingat?
ingin ku katakan bahwa ia masih sering mengetuk pintu rumahku dan berkata "jangan sampai ada yang tahu". hihi..
dia licik. kenapa tak kau tinggalkan saja dia?

haha ingin aku katakan itu pada si bodoh, tapi aku tak sejahat itu..
di sini aku bahagia dengan semua yang telah Tuhan beri.
moga langgeng yaaah :)

Love Mom

semua orang bisa berkata, tapi sok tahu
saat mereka berkata "jangan" karena akan "sesuatu"
tapi dia malah bilang "coba dulu"
aku punya mata coklatnya dan rambut tebal hitam yang panjang darinya juga
aku cantik karena ia.
aku punya keberaniannya tapi tidak dengan sikap SKSD yang membuatnya memiliki banyak kawan.
aku tak suka rok batik dan kemeja kotak-kotaknya yang tak pernah selaras,
aku juga sering mengomentari make up dan cara ia berpenampilan
karena yang ada daam hatiku ialah, "Mah,.. Mamah udah cantik"

 sering kali ia kesal-kesal gemas pada Cello yang tak mau digendong.
atau Amanda yang sangat pendiam.
Juga Mpit yang lari-larian.
tenang aja, Mah... sebentar lagi akan lahir cucu pertama Mamah...

 ia mengajarkan kami tentang takdir dan kenyataan.
ia bilang anak-anaknya adalah orang-orang yang selalu ditunggu kehadirannya saat kumpul keluarga
kami bertiga adalah orang-orang yang berani meninggalkan rumah dan melihat sadisnya dunia
ia selalu bilang bahwa kami adalah anak-anak yang kuat
kuat walau harus melihat sebuah kain kuning kecil di gantung di depan pagar rumah 

10 Agustus 2015
aku selalu meminta kesehatan untuk kalian
dan Tuhan telah memberikan itu

Sabtu, 22 Agustus 2015

;)

Sudah ku bilang.. romantis itu di sini, di tengah jutaan edelweis yang kian mekar di bulan Agustus. Romantis itu ketika angin Surya Kencana tertiup nakal di sekitar kita, mengajarkan kita arti kebersamaan dan kejujuran. Romantis itu, saat pendakian perdana kita di kala malam dengan bulan yang membulat sempurna bersama milyaran bintang yang memperindah suasana. Romantis itu, saat ku lihat kalian berbicara dengan akrab saling sambung tentang pengalaman masing-masing, dan aku yang mengabadikannya :') sampai jumpa lagi Gede...